Kamis, 18 September 2014

Sejarah Fotografi

Istilah ‘fotografi’ berasal dari dua kata “foto” dan “grafi” yang dalam bahasa Yunani, foto berarti cahaya dan grafi berarti menulis atau melukis, sehingga “fotografi” dapat diartikan sebagai “melukis dengan cahaya”. Dalam fotografi, kehadiran cahaya adalah mutlak perlu, karena mulai dari pemotretan hingga pencetakan film menjadi foto, kedua-duanya membutuhkan cahaya. Menurut catatan sejarah, asal muasal fotografi “ditemukan” secara kebetulan oleh Ibn Al Haitam pada abad ke-10, bahwa pada salah satu dinding tendanya terlihat suatu gambar, yang setelah diselidiki ternyata berasal dari sebuah lubang kecil pada dinding tenda yang berhadapan di dalam tendanya itu. Ternyata pula bahwa gambar tersebut sama dengan pemandangan yang berada di luar tenda, hanya posisinya terjungkir balik, pohon-pohon kurma dengan daun-daunnya berada di bawah, sedangkan badan/batang dan tanah berada di atas (hal ini kemudian diketahui berdasarkan cahaya selalu melintas lurus, sesuai ilmu alam).

Pada abad ke-13, Roger Bacon juga ‘memergoki’ hal serupa di ruang kerjanya; namun baru pada abd ke-15, Leonardo da Vinci memanfaatkan fenomena alam tersebut untuk tujuan-tujuan yang bermanfaat. Ciptaannya yang terkenal adalah CAMERA OBSCURA (camera=kamar ; obscura=gelap), merupakan cikalbakal kamera yang kita kenal sekarang (penyebutan ‘kamera’ berarti kamera-foto, kamera untuk membuat foto/memotret), tetapi di saat itu, camera obscura betul-betul berupa sebuah kamar gelap dengan salah satu dindingnya dibuatkan sebuah lubang kecil, kemudian di tengah ruang didirikan “dinding” lain dari kertas setengah tembus cahaya untuk menampung gambaran yang tercipta dan berasal dari lubang kecil tersebut, untuk kemudian dijiplak dengan menggunakan alat tulis. Dari kamar gelap tersebut, kemudian diciptakan “kamar gelap” miniatur yang lebih praktis. Pada bagian yang berlubang ditambahkan sebuah lensa, di bagian dalam dipasangkan selembar cermin dengan posisi 45 derajat untuk memantulkan gambaran yang tercipta oleh lensa ke arah atas yang ditutupi selembar kaca bening. Penjiplakan gambar menjadi lebih praktis, juga berkat dipergunakannya sebuah lensa, gambar yang terbentuk menjadi lebih kecil dari wujud aslinya, malah dengan memaju-mundurkan posisi lensa, ketajaman gambar dapat diatur sesuai jarak sasaran terhadap “kamar gelap” tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar